Kamis, 04 Desember 2014

Anjungan Bintang

Kulirik jam tangan casioku, pukul 12.30 siang, entah sudah berapa kali aku meliriknya tapi waktu tak juga beranjak. Hampir 4 jam aku terombang-ambing diatas KMP Muria yang penuh sesak dengan segala macam hasil bumi Karimunjawa, aroma amis rumput laut kering bercampur dengan aroma ikan asin sudah cukup membuatku mual, belum lagi ayunan gelombang pasang di selat Karimunjawa. Kurang dari dua jam lagi kapal tumpanganku sampai di pelabuhan Jepara, setibanya di sana aku berjanji setiap jejak kakiku akan menghapus lukaku, luka patah hati yang memang terasa luar biasa pilunya. Taktahu siapa yang harus disalahkan, yang aku butuhkan sekarang hanyalah sepuntung gudang garam yang hanya bisa kuhirup dalam-dalam, kunikmati kepulan racunnya memenuhi rongga dada lalu kuhembuskan di ruang kosong depanku. Kubayangkan ayu wajahmu, lugunya sikapmu dan polosnya jiwamu. Lesung pipit yang kau tawarkan saat tersenyum membuatku taksanggup menolak untuk membayangkanmu.
Namaku Yanto, meskipun dilahirkan di Karimunjawa, nenek moyangku berasal dari suku Madura, lebih tepatnya aku tinggal di Dusun Batu lawang, Kemojan, pulau indah yang seharusnya lebih dikenal ketimbang Karimunjawa. Aku menyukai seorang gadis Dusun Telaga yang letaknya tak begitu jauh dari tempatku, namanya Drini. Drini seorang gadis berkulit putih bersih, dengan tubuh semampai keturunan Bugis. Aku masih ingat pertama kali berjumpa dengannya, kira-kira 3 tahun yang lalu saat aku selesai melaut, dia membantuku membawa rumput laut yang selesai aku panen. Saat itu aku berjalan tergopoh bersimbah peluh, sebelum bertemu dengannya aku mengira itu adalah hari naasku karena karang tajam menyayat telapak kaki telanjangku, dan asinnya air laut membasuhnya meninggalkan perih. Kemudian aku melihat seorang gadis berlari ke arahku, mukanya begitu cemas saat melihat lukaku yang berdarah-darah dan bertambah cemas karena melihat beban rumput laut dipunggungku. "Kang, tidak apa-apa itu?" katanya sambil menunjuk lukaku. "Boleh Drini bantu bawain rumput lautnya?" katanya lagi, saat itu juga aku pun tahu namanya Drini. Aku masih terpaku, sepatah kata pun taksanggup ku keluarkan, apalagi beberapa kata hingga membentuk kalimat. Dia begitu mempesona membuatku lupa rasa perih yang menyayat kaki, "eh... anu... tidak apa-apa kok mbak, saya sudah biasa" hanya itu yang sanggup aku katakan diiringi tundukan malu seorang jejaka dusun. Dia memaksa, sentuhan tangan lembutnya saat dia memaksaku memberikan sebagian beban dipunggungku membuat sebagian nyawaku melayang, jantungku berdegup bukan hanya kencang tapi juga tak karuan, "iya mbak" akhirnya aku tak sanggup menolak. Beberapa bulan kemudian pun Drini resmi menjadi kekasihku, tak hanya jelita dan baik hati, masakannya selalu membuatku merasa rindu. Hal yang paling aku sukai adalah saat pulang melaut dia sudah menungguiku dibawah pohon mete pinggir tebing dengan membawa serantang masakan, yang paling sering dia bawa untukku adalah ikan kakak tua goreng kering lengkap dengan sambal tai boka (sambal khas bugis), teh manis dan cangkuning, sejenis kue basah yang terbuat dari tepung beras dengan isian parutan gula jawa yang sudah dimasak dengan gula aren kemudian dibalut kulit pisang dan dikukus.  Setiap sabtu malam selalu kuluangkan waktu untuknya, kami selalu berjumpa di sebuah anjungan kapal yang terletak ditengah-tengah dusun, dari anjungan itu bisa kulihat langit dan bumi menyatu, sering kami lihat bintang jatuh dari tempat itu, saat melihat keatas yang kita lihat adalah langit luas bertaburan bintang yang tak akan kau temui dikota-kota besar, saat kau menatap kebawah permukaan laut dipenuhi dengan binatang laut bercahaya, semua menyatu membentuk keindahan yang tak akan pernah sanggup kuungkapkan. Kami berdua serasa berdiri ditengah nebula, berpegangan tangan seakan langit takkan mampu memisahkan. Menikmati kebersamaan denganmu adalah suatu hal yang sangat aku syukuri saat itu, aku selalu bilang padamu bahwa aku akan menjadi orang sukses dan akan menikahimu kelak. Saat itu hanya kamulah yang percaya impianku, bahkan saat aku membocorkan mimpiku untuk melanjutkan pendidikanku di universitas bergengsi di Indonesia, UGM. "Kang, nanti kalau Kang Yanto kuliah di kota jangan lupa njenguk Drini ya sesekali" suara lembutnya nyaris membuat air mataku leleh, terkadang aku mengira takkan mampu meninggalkannya.
Impianku menjadi nyata, ada rasa bangga terbersit di benakku, saat itu aku  merasa hebat karena diantara remaja pulau itu hanya akulah yang bisa menembus universitas tertua di Indonesia itu. Bapak dan makku sampai harus menyembelih kambing untuk syukuran, Drini juga nampak membantu didapur, sedang aku duduk manis dipojok dapur sembari memandangi wajah jelitanya. Hari keberangkatan pun tiba, aku taksanggup pura-pura tegar menghadapi perpisahan, Aku pun tak tega melihatmu bermandikan air mata saat melepaskanku, tanpa malu kupeluk erat dirimu, sangat erat hingga hangatnya tubuhku mampu menghangatkan tubuhmu yang menggigil pilu. "Drini sayang, Kang Yanto janji bakal pulang sebulan sekali njenguk Drini, kakang janji telpon Drini tiap hari, Drini yang tabah ya, doain kakang cepet lulus, setelah lulus kakang kerja terus kita nikah" hanya itu kalimat yang bisa aku tuturkan, aku tahu dia begitu pilu, maafkan kakang Drini sayang, kakang harus pergi. Lamunanku buyar saat api rokokku menjilat jemariku, panas, perih, hembusan angin membuatnya lebih mudah terbakar. Driniku sekarang sudah bersama dengan pemuda yang dipilih oleh kedua orang tuanya, bagi mereka aku adalah seorang anak nelayan yang dipenuhi mimpi. Kehadiranku di pesta pernikahannya sebatas ucapan perpisahan dengan Drini dan semua kenanganku bersamanya, juga perpisahan dengan anjungan bintang yang merupakan saksi bisu kisah romantisku dengannya. Memang manusia bisa saja jatuh cinta bahkan dengan manusia yang bukan ditakdirkan untuk menjadi jodohnya. Benakku sudah sesak penuh, untuk saat ini hanya melarikan diri dan bersembunyi seperti pengecut kelas teri yang takut menghadapi reality yang bisa kulakukan. "Teeettttttt teeeet teeeeet" bunyi terompet KMP Muria mengagetkanku, sebentar lagi aku akan melupakanmu. Semoga bahagia.

Rabu, 03 Desember 2014

Wanita Melankolia

Suara mesin print di pojok ruang bergemuruh tak berkesudahan, entah sudah berapa rim kertas yang sudah disuapkan kedalam kolong perutnya. Pekerjaan menumpuk tak ada hentinya, ada lima gelas kertas bekas kopi masih tercecer dimeja bersama dengan kertas-kertas penuh dengan coretan. Jam dinding menunjukkan jam 11.00 malam, aku masih saja bergumul dengan pekerjaan yang tak kunjung ada ekornya. Sejam kemudian aku memutuskan untuk kembali ke kamar sewaku, sudah penat tak sanggup lagi berfikir. Aku menyusuri dinginnya malam awal musim dingin, tangan mengepal dan kusembunyikan erat dibalik jaket kumal yang lumayan masih bisa melindungi tubuhku dari hembusan angin dingin. Sepi, hanya lolongan serigala yang sedang berburu kelinci di gunung nun jauh disana, gaungannya terbawa angin hingga aku dapat mendengarnya. Kutapaki jalanan dengan sinar temaram lampu penerang, aku tahu memang ragaku sedang menyusuri jalan pulang tapi seakan-akan jiwaku terbang terbawa angin ke memory beberapa bulan yang lalu.
Sekitar sembilan bulan sebelumnya aku berdiri kokoh di puncak gunung Merbabu, aku ingat itu adalah senyum bahagia terakhirku sebelum aku terjebak di negeri kulit pucat yang gila kerja ini. Hembusan angin dingin di puncak gunung tak sedingin dan tak semati angin dingin musim dingin. Aku masih ingat saat kamu berdiri di sampingku dan berbisik dengan lembut "jangan pergi, aku bisa mati nanti", tak begitu kutanggapi bisikanmu waktu itu, aku terlalu asik menikmati indahnya pemandangan di sekitar sampai lupa denganmu. Perjalanan untuk sampai ke puncak gunung tak mudah, tapi terbayar dengan pemandangan indah yang tersuguhkan. Tanpa dirimu takpernah akan kujejakkan kaki di puncak gunung ini, saat aku terjatuh dengan sigapnya kamu bangunkan aku, saat aku mengeluh dengan lembutnya kau yakinkan diriku hingga aku percaya puncak gunung tak jauh lagi, saat aku mulai lelah dan merengek dirimu pun dengan sabar menungguiku hingga aku mau bergerak, bahkan saat aku bosan pun dirimu selalu berusaha mencoba menghiburku dengan candaanmu. Aku bahagia saat itu, hangatnya genggaman tanganmu menuntunku hingga aku bisa terus mendaki dan menembus kabut gunung dengan selamat dan meyakinkanku untuk tetap bangkit, tanpa kusadari aku takkan sebahagia itu tanpa dirimu, entah mungkin aku lupa mengucap terimakasih saat itu. Kita sangat bahagia saat itu, hingga akhirnya aku harus pergi demi tuntutan duniawi, meninggalkanmu. Hal yang sangat kusesalkan hingga saat ini, ingin rasanya segera kembali ke rangkulanmu, damai sudah lama hilang dari benakku, tinggal penat yang mengisi hari-hariku. Wanita yang dulu ceria dan riang sekarang berubah menjadi seorang melankolia yang terlihat tua, layu dan suram.
Tiba-tiba angin berhembus dengan kencangnya, buyar sudah angan bahagiaku tersapu angin dingin, gemeletuk suara gigiku begitu nyaring. Kurapatkan tudung jaket kumal, tapi tetap saja belum bisa kurasa hangat. Hanya satu yang tersirat dipikirku, seandainya dirimu disini bersamaku pasti takkan kau biarkan aku terhembus angin beku seperti ini, boleh jadi ini yang dinamakan rasa rindu dan kehilangan yang terpaut jadi satu. Aku menyerah untuk berusaha tetap tegar, kini aku pasrah karena tak bisa kutolak lagi perasaan kosong yang benar-benar kelam, aku menyerah pada suatu perasaan yang kebanyakan orang menyebutnya rindu. Kubuka pintu kamar sewaku, sejenak kupandangi ruang hampa didalamnya, sangat sederhana. Kuhampiri ranjang dingin diujung kamar. Disitu semua tercurah, biar tersedu, biar hanya Tuhan dan aku yang tahu. Wanita melankolia yang terjebak dalam belenggu sedang hatinya terpaut rindu.

Selasa, 18 November 2014

"Supeno", Kenapa harus "Supeno"?

Lab alay, PNU Miryang 17/11/2014


Penat, karena tak boleh bilang lelah, saya teruskan berkenalan dengan mainan baru ini saja, haha. Saya bingung, bagaimana harus memulai berkenalan, dimulai dari mana dan harus berakhir dimana.
Okedeh, jadi begini saya adalah sebongkah daging yang melekat pada tulang kemudian ditiupi nyawa oleh Tuhan, manusia yang melahirkan saya (baca: ibuku sayang) menamai benda itu "Destiani Supeno". Orang-orang didusun saya memanggil saya Anik, orang-orang kota (baca: teman-teman) memanggil saya Desti. Hanya nama panggilan, tak pentinglah. Yang unik dari nama saya adalah adanya "Supeno", dulu saya pernah menanyakan ke bapak kenapa harus ada nama itu, bikin tidak cantik saja, tapi bapak punya alasan bagus sehingga saya berhenti berdemo tentang nama saya. "Supeno" dalam bahasa Spanyol artinya anak laki-laki, memang kakung saya keren gilak hingga tahu bahasa Spanyol. Bapak diberi nama Imam Supeno oleh beliau, kata kakung artinya Imam (bahasa Arab) = pemimpin (bahasa Indonesia) dan Supeno (bahasa meksiko) = anak laki-laki (bahasa Indonesia), jika digabungkan artinya pemimpin untuk anak laki-laki, lumayanlah tidak jelek-jelek amat untuk jamannya. Sekarang nama saya, saya tidak puas hanya bertanya kepada kakung tentang nama saya, arti nama saya pun saya tanyakan juga ke bapak dan ke eyang google, ternyata artinya cantik. Versi kakung dan bapak bilang arti nama saya Destiani = terdiri dari Des Desember (bulan kelahiran saya) tiani = panggilan saya Supeno = impian (jawa kuno), jika digabungkan nama saya artinya Tiani, impian di bulan Desember, nama yang romantis bukan. Versi google tidak jauh beda lah. Fase hidup saya terbagi menjadi beberapa tahap, tahap pertama adalah kelahiran, kemudian balita, anak-anak, remaja, semi dewasa dan dewasa. Saya susah menjelaskannya, tapi silahkan cari saja nama saya di FB (destiani supeno) jika penasaran lalu tanyakan ke saya secara live.
Sesi perkenalan selesai jadi postingan berikutnya insyaallah bermanfaat. 


Lupa umur berapa, ini waktu kecil masih single
1998, adekku lahir, namanya Gusrijal Supeno

Kamis, 13 November 2014

Disini Aku Ada...


13/11/2014 20.00WKS(waktu korea selatan)

Diantara bertumpuk kerjaan dimeja kerja dan diantara berdempetnya jendela window pc kerja, saya coba mencari hiburan,,,
First time - yeah,, ini pertama kalinya saya ngeblog...
Semoga tidak wagu (baca: aneh)...
Hari ini saya sengaja tidak mau berkenalan dulu, mungkin lusa,,,
Semoga blog yang saya buat ini tidak jadi spam di dunia maya,,, semoga bermanfaat... esok lusa saya pos sesuatu yang lebih menarik entah itu tentang ilmu yang saya pelajari atau tempat yang saya kunjungi, atau riwayat hidup saya (mungkin) atau bahkan pangeran yang saya mimpikan (ciee boleh)...
19.57 waktu korea selatan, well masih jam kerja...
semangat...

Bunga putih sebagai ucapan salam kenal,,,
Kita 0-0 ya...